WELCOME to MY Blog/ Wilkommen zu Mein Blog

SELAMAT DATANG,,,, WELCOME,,,, WILLKOMMEN,,,,

Monday, September 12, 2011

Aliran Filsafat yang digunakan di Indonesia

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Dalam suatu Proses pembelajaran, tidak terlepas dari pendidikan. Pendidikan ialah proses pengubahan tingkah laku dan sikap seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam arti sempit pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan. Dalam arti luas, pendidikan diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengn kebutuhan.

Upaya proses belajar sepanjang hayat, maka pengertian pendidikan disini adalah merupakan usaha yang berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam masyarakat.karena adanya perubahan dan kemajuan di masyarakat yang disebabkan oleh berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni yang tiada henti-hentinya.

Dengan adanya uraian diatas, maka seorang guru harus pandai dalam mendidik. Oleh karena itu, melalui makalah saya ini kita akan mengkaji secara garis besar tentang „Aliran-aliran Filsafat yang terdapat di Indonesia“, salah satu filsafat yang akan kita kaji dalam makalah saya ini adalah Filsafat Pendidikan. Diharapkan dengan pembahasan dalam makalah ini kita dapat memperoleh gambaran dengan jelas, mengenai Filsafat pendidikan dan penerapan yang sudah diterapkan di Indonesia. Semoga makalah ini dapat membantu kita sebagai calon guru dalam kegiatan belajar-mengajar dilingkungan pendidikan.

1.2Pembatasan Masalah

Dalam Makalah ini, perlu dibatasi masalah yang dibahas karena mengingat luasnya masalah yang berhubungan dengan berbagai Nilai dan Makna yang terkandung dalam Pendidikan. Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini merupakan garis-garis besar dari berbagai pengertian dan pengaplikasian Filsafat dalam dunia Pendidikan di Indonesia bagi sebagian orang.

1.3 Identifikasi Masalah

Adapun pengidentifikasian Masalah dalam Makalah ini adalah:

1. Jelaskan pengertian dari pendidikan

2. Jelaskan pengertian dari filsafat?

3. Bagaimana peranan filsafat dalam pendidikan?

4. Jelaskan aliran-aliran filsafat apa sajakah yang digunakan di Indonesia?

1.4 Tujuan Masalah

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka pembahasan masalah dalam makalah ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui dan memahami pengertian dari pendidikan.

2. Mengetahui dan memahami pengertian dari filsafat.

3. Mengetahui dan memahami peranan filsafat dalam hal pendidikan.

4. Mengetahui, memahami dan mempraktekkan aliran filsafat yang digunakan di Indonesia.

Bab II

Pembahasan

2.1 PENGERTIAN

2.1.1. Pengertian Pendidikan

Sebelum kita membahas mengenai Filsafat yang ada di Indonesia dalam hal pendidikan, ada baiknya kita terlebih dahulu mengetahui, apa yang dimaksud dengan Pendidikan. Pendidikan, secara etimologi, yakni; paedagogie dan paedagogiek.

(Purwanto.2000) paedagogiek, paedos yang berarti anak, dan agoge yang artinya pemimpin. Pendidikan haruslah berorientasi kepada pengenalan realita diri manusia dan dirinya sendiri baik bersifat obyektif dan subyektif. Pendidikan berarti pembebasan bukan penguasaan (Freire 2004).

Pendidikan dapat diartikan pula sebagai kegiatan mengubah prilaku individu kearah kedewasaan dan kematangan sebab pendidikan itu pemberdayaan sumber daya manusia. Makna pendidikan adalah memebrikan kebebasan kepada seseorang untuk mengembangkan dirinya sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki. Proses pemberdayaan harus didasarkan pada kasih saying, sebab tidak ada manusia jenius mampu mengerjakan sesuatu hal sendirian, selalu membutuhkan dan dibutuhkan manusia lainnya. Dalam proses pemberdayaan, peserta didik dididik dan dibimbing menjadi SDM yang Realita, Berani, manusia social dan memiliki Visi.

Pada hakekatnya pendidikan itu bukan membentuk, bukan menciptakan seperti yang diinginkan, tetapi menolong, membantu dalam arti luas. Dalam arti, pendidikan mempersiapkan peserta didik semaksimal mungkin untuk dapat mengikuti perubahan zaman dan dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam hidupnya.

2.1.2. Pengertian Filsafat

Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia dan philoshophos. Menurut bentuk kata, philosophia diambil dari kata philos dan shopia atau philos dan sophos. Philos berarti cinta dan shopia atau shopos berarti kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah. Dalam pengertian ini seseorang dapat disebut telah berfilsafat apabila seluruh ucapannya dan perilakunya mengandung makna dan ciri sebagai orang yang cinta terhadap kebijaksanaan, terhadap pengetahuan dan terhadap hikmah.

Definisi filsafat menurut beberapa ilmuwan antara lain:

ð Phytagoras (572-497)

Ditahbiskan sebagai orang pertama yang memakai kata Philosopia yang berarti pecinta kebijaksanaan (lover of Wisdom) bukan kebijaksanaan itu sendiri.

ð Plato (427-347 SM)

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli artimya kebenaran yang telah dibuktikan secara nyata.

ð Aristoteles (382-322 SM)

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, estetika.

ð Al-Farabi (870-950)

Filsafat adalah pengetahuan tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.

ð Descartes (1590-1650)

Filsafat adalah kumpulan dari segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia sebagai bidang penelitian.

ð Immanuel Kant (1724-1804)

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pangkal pokok dari segala pengetahuan.

Filsafat adalah:

• pencarian akan kearifan kehidupan

• usaha untuk memahami jagad raya secara menyeluruh

• penyelidikan akan tanggung jawab moral dan kewajiban sosial manusia

• usaha untuk menyelami maksud Tuhan dan tempat manusia di dalam maksud itu

• usaha untuk menemukan dasar dari ilmu alam

• penyelidikan tegar tentang asal-usul, keluasan, dan validitas ide manusia

• eksplorasi terhadap letak dari kehendak dan kesadaran di jagad raya

• penyelidikan tentang nilai kebenaran, kebajikan, dan keindahan

• usaha untuk mengkodefikasi aturan pada pikiran manusia guna peningkatan

rasionalitas dan keluasan bagi pemikiran yang jernih

Pada awalnya, kata sofia lebih sering diartikan sebagai kemahiran dan kecakapan dalam suatu pekerjaan, seperti perdagangan dan pelayaran. Dalam perkembangan selanjutnya, makna dari kata kemahiran ini lebih dikhususkan lagi untuk kecakapan di bidang sya’ir dan musik. Makna ini kemudian berkembang lagi kepada jenis pengetahuan yang dapat mengantarkan manusia untuk mengetahui kebenaran murni. Oleh karena itu, manusia hanya dapat sampai pada sifat “pencipta kebijaksanaan”. Pythagoras menyatakan: “cukup seorang menjadi mulia ketika ia menginginkan hikmah dan berusaha untuk mencapainya”.

Harun Hadiwijono berpendapat bahwa filsafat diambil dari bahasa Yunani, filosofia. Struktur katanya berasal dari kata filosofien yang berarti mencintai kebijaksanaan. Dalam arti itu, menurut Hadiwijono filsafat mengandung arti sejumlah gagasan yang penuh kebijaksanaan. Artinya, seseorang dapat disebut berfilsafat ketika ia aktif memperoleh kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian ini lebih memperoleh kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian ini lebih berarti sebagai “Himbauan kepada kebijaksanaan”.Harun beranggapan bahwa kata filsafat bukan berasal dari struktur kata Philos dan shopia, philos dan shophos atau filosofen. Tetapi kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yang struktur katanya berasal dari kata philien dalam arti cinta dan shofos dalam arti wisdom. Orang Arab menurut Harun memindahkan kata Philosophia ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikan tabi’at susunan kata-kata bahasa Arab, yaitu filsafat dengan pola (wajan) fa’lala, fa’lalah, dan fi’la. Berdasarkan wajan itu, maka penyebutan kata filsafat dalam bentuk kata benda seharusnya disebut falsafat atau Filsuf. (diakses dari internet Sabtu 5 Desember 2009 jam 22.59)

Harun lebih lanjut menyatakan bahwa kata filsafat yang banyak dipakai oleh masyarakat Indonesia, sebenarnya bukan murni berasal dari bahasa Arab sama seperti tidak murninya kata filsafat terambil dari bahasa Barat, philosophy. Harun justru membuat kompromi bahwa filsafat terambil dari dua bahasa, yaitu Fil diambil dari bahasa Inggris dan Safah dari bahasa Arab. Sehingga kata filsafat, adalah gabungan antara bahasa Inggris dan Arab. Berfilsafat artinya berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya.

Atas dasar itu, maka menurut Harun, secara etimologi filsafat dapat didefinisikan sebagai:

1.Pengetahuan tentang hikmah

2.Pengetahuan tentang prinsip atau dasar

3.mencari kebenaran

4.Membahas dasar dari apa yang dibahas

Ali Mudhafir berpendapat bahwa kata filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata Falsafah (Arab), Phyloshophy (Inggris), Philosophie (Jerman, Belanda dan Perancis). Semua kata itu, berasal dari bahasa Yunani Philosphia. Kata philosophia sendiri terdiri dari dua suku kata, yaitu Philien, Philos dan shopia. Philien berarti mencintai, philos berarti teman dan sophos berarti bijaksana, shopia berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, menurut Ali Mudhafir ada dua arti secara etimologi dari kata filsafat yang sedikit berbeda. Pertama, apabila istilah filsafat mengacu pada asal kata philien dan shopos, maka ia berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (ia menjadi sifat). Kedua, apabila filsafat mengacu pada asal kata philos dan shopia, maka ia berarti teman kebijaksanaan.

2.2 Peranan Filsafat dalam Pendidikan

Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.

Sesungguhnya ajaran filsafat merupakan sumber, landasan dan identitas tatanan atau sistem nilai kehidupan umat manusia. Sedemikian berkembang, maka khasanah ajaran nilai filsafat kuantitati-kualitatif terus meningkat; terbukti dengan berbagai aliran (sistem) filsafat yang memberikan identitas berbagai sistem pendidikan, sistem budaya, sistem Kenegaraan dan peradaban bangsa-bangsa modern.

Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, yang berarti bahwa filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil kajian dari filsafat, yaitu, berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan dan nilai, khususnya yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan pendidikan.

Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, peru mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.

Filsafat Pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau.

Dalam filsafat terdapat berbagai aliran; sehubungan dengan itu maka dalam filsafat pendidikan pun terdapat berbagai aliran sesuai dengan aliran yang ada dalam filsafat. Berikut ini akandiuraikan berbagai aliran filsafat pendidikan tersebut.

2.3 Aliran-aliran filsafat Pendidikan yang digunakan di

Indonesia

2.3.1 Aliran Filsafat Pendidikan Idealisme

Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea. Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli.

Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita.

Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.

Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.

Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi.

2.3.2 Aliran Filsafat Pendidikan Realisme

Menurut realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual, melainkan tergantung dari apa atau bagaimana keadaannya bisa dihayatioleh subjek tertentu dan selanjutnya akan tergantung pula dari sikap subjek tersebut. Teori lain yang muncul dari realisme disebut determinismetis. Dikatakan bahwa semua yang ada dalam alam ini, termasuk manusia, mempunyai hubungan hingga merupakan rantai sebab akibat.

Realisme dalam berbagai bentuk menurut Kattsoff (1996:126) menarik garis pemisah yang tajam antara yang mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung ke arah dualisme atau monisme materialistik.

Menurut Amos Comenius: Manusia selalu berusaha untuk mencapai tujuan hidup berupa keselamatan dan kebahagiaan hidup yang abadi dan kehidupn dunia yang sejahtera serta damai. Oleh karena itu dalam pembelajaran sangat ditekankan dengan penggunaan metode peragaan atau metode peragaan merupakan suatu keharusan dalam proses belajar mengajar, sehingga beliau dijuluki sebagai Bapak Keperagaan dalam Belajar Mengajar

Dengan demikian pandangan-pandangan realisme mengenai pendidikan mencerminkan dua jenis determinasi mutlak dan determinasi terbatas;

1. Determinisme Mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengenal hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada yang bersama-sama membentuk dunia ini.

2. Determinisme Terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kuantitatif didunia ini tidak berarti dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawasan diperlukan.

2.3.3. Aliran Filsafat Pendidikan Materialisme

Aliran materialisme adalah suatu aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran kebendaan, dimana benda merupakan sumber segalanya, sedangkan yang dikatakan materialistis mementingkan kebendaan menurut materialisme (Poerwadarminta, 1984:638). Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis. Menurut Noor Syam, (1986:162-163) semuanya adalah materi, serba zat, serba benda, manusia merupakan makhluk ilmiah yang tidak punya perbedaan dengan alam semesta demikian juga wujudnya yang merupakan makrokosmos, dan tingkah laku manusia pada prosesnya sejalan dengan sifat dan gerakan peristiwa alamiah, yang terkait dengan benda dan menjadi bagian dari hukum alam.

Karl Marx, memberikan suatu pandangan bahwa kenyataan yang ada adalah dunia materi, dan didalam suatu susunan kehidupan yaitu masyarakat, pada muatannya terdapat berupa kesadaran-kesadaran yang menumbuhkan ide serta teori serta pandangan yang semuanya adalah suatu gambaran yang nyata.

2.3.4. Aliran Filsafat Pendidikan Pragmatisme

Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.

Filsafat ini dipandang sebagai filsafat Amerika asli, pada hal kenyataan yang sebenarnya adalah berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa sumber pengetahuan manusia adalah apa yang manusia alami. Tokoh yang terkenal filsafat ini adalah Charles Sandre Pierce (1839-1914), William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952). Pragmatisme berasal dari kata ”pagma” yang berarti praktik atau aku berbuat. Pendidikan menurut pandangan pragmatisme bukan merupakan suatu proses pembentukan dari luar dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan-kekuatan laten dengan sendirinya (unfolding), melainkan merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu; yang berarti bahwa setiap manusia selalu belajar dari pengalamannya.

Menurut John Dewey (Sadulloh. 2003), pendidikan perlu didasarkan pada tiga pokok pemikiran, yakni:

1. Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup

2. Pendidikan sebagai pertumbuhan

3. Pendidikan sebagai fungsi sosial

2.3.5. Aliran Filsafat Pendidikan Eksistensialisme

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.

Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri. Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free", manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde baru", apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain. Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi seorang yang lain-daripada-yang-lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang tua, atau keinginan sendiri.

Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas.

Beberapa tokoh dalam aliran ini : Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich.

Eksistensialisme:

à Menekankan pada individual dalam proses progresifnya dengan pemikiran yang merdeka dan otentik.

à Pada dasarnya perhatian dengan kehidupan sebagai apa adanya dan tidak dengan kualitas-kualitas abstraknya.

à Membantu individu memahami kebebasan dan tanggung jawab pribadinya. Jadi, menggunakan pendidikan sebagai jalan mendorong manusia menjadi lebih terlibat dalam kehidupan sebagaimana pula dengan komitmen tindakannya.

à Individu seharusnya senantiasa memperbaiki diri dalam kehidupan dunia yang terus berubah.

à Menekankan pendekatan “I-Thou” (Aku-Kamu) dalam proses pendidikan, baik guru maupun murid.

à Promosikan pendekatan langsung-mendalam (inner-directed) yang humanistik; dimana siswa bebas memilih kurikulum dan hasil pendidikannya.

2.3.6. Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme

Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum dan bahwa manusia berkembang terus menerus dalam arah yang posisitf. Apa yang dipandang benar sekrang belum tentu benar pada masa yang akan dating. Oleh sebab itu, peserta didik bukan dipersiapkan untuk menghidupi kehidupan masa kini, melainkan mereka harus dipersiapkan menghadapi kehidupan masa dating. Permasalahan hidup masa kini tidk akan sama dengan permasalahan hidup masa yang akan dating. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Guru pendidik harus berperan sebagai pembimbing dan fasilitator agar peserta didik terdorong dan terbantu untuk mempelajari dan memiliki pengalaman tentang hal yang penting bagi kehidupan mereka, bukan memberikan sejumlah kebenaran yang disebut abadi.

Progresivisme menekankan pada perubahan dan sesuatu yang baru. Progresivisme berpendapat bahwa tidak ada teori realita yang umum dan ini bertentangan dengan perenialisme. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal, tidak pernah sampai pada yang paling extrim serta pluralistis. Menurutnya nilai berkembang terus karena adanya pengalaman -pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan.

Progresivisme:

1. Suka melihat manusia sebagai pemecah persoalan (problem-solver) yang baik.

2. Oposisi bagi setiap upaya pencarian kebenaran absolut.

3. Lebih tertarik kepada perilaku pragmatis yang dapat berfungsi dan berguna dalam hidup.

4. Pendidikan dipandang sebagai suatu proses.

5. Mencoba menyiapkan orang untuk mampu menghadapi persoalan aktual atau potensial dengan keterampilan yang memadai.

6. Mempromosikan pendekatan sinoptik dengan menghasilkan sekolah dan masyarakat bagi humanisasi.

7. Bercorak student-centered.

8. Pendidik adalah motivator dalam iklim demoktratis dan menyenangkan.

9. Bergerak sebagai eksperimentasi alamiah dan promosi perubahan yang berguna untuk pribadi atau masyarakat.

2.3.7 Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme

Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.


Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:

1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauandan akal (Plato)

2. Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles)

3. Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata (Thomas Aquinas)

Adapun norma fundamental pendidikan menurut J. Maritain adalah cinta kebenaran, cinta kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi serta cinta kerjasama.

Perenialisme:

à Berhubungan dengan perihal sesuatu yang terakhir. Cenderung menekankan seni dan sains dengan dimensi perennial yang bersifat integral dengan sejarah manusia.

à Pertama yang harus diajarkan adalah tentang manusia, bukan mesin atau teknik. Sehingga tegas aspek manusiawinya dalam sains dan nalar dalam setiap tindakan.

à Mengajarkan prinsip-prinsip dan penalaran ilmiah, bukan fakta.

à Mencari hukum atau ide yang terbukti bernilai bagi dunia yang kita diami.

à Fungsi pendidikan adalah untuk belajar hal-hal tersebut dan mencari kebenaran baru yang mungkin.

à Orientasi bersifat philosophically-minded. Jadi, fokus pada perkembangan personal.

à Memiliki dua corak:

Perennial Religius: Membimbing individu kepada kebenaran utama (doktrin, etika dan penyelamatan religius). Memakai metode trial and error untuk memperoleh pengetahuan proposisional.

Perennial Sekuler: Promosikan pendekatan literari dalam belajar serta pemakaian seminar dan diskusi sebagai cara yang tepat untuk mengkaji hal-hal yang terbaik bagi dunia (Socratic method). Disini, individu dibimbing untuk membaca materi pengetahuan secara langsung dari buku-buku sumber yang asli sekaligus teks modern. Pembimbing berfungsi memformulasikan masalah yang kemudian didiskusikan dan disimpulkan oleh kelas. Sehingga, dengan iklim kritis dan demokratis yang dibangun dalam kultur ini, individu dapat mengetahui pendapatnya sendiri sekaligus menghargai perbedaan pemikiran yang ada.

2.3.8. Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme

Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada. Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut. Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menunut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa

Essensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap trend-trend progreif di sekolah-sekolah. Essensialisme, berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan di sekolah-sekolah dalam suatu cara yang sistematik dan berdisiplin. Essensialisme menekankan pada apa yang mendukung pengetahuan dan keterampilan yang diyakini penting yang harus diketahui oleh para anggota masyarakat yang produktif.

Essensialisme, sepertihalnya perenialisme dan progresivisme bukan merupakan suatu aliran filsafat tersendiri, yang mendirikan suatu bangunan filsafat, malainkan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan progresivisme. Essensialisme mengadakan protes tersebut tidak menolak atau menentang secara keseluruhan pandangan progresivisme seperti halnya yang dilakukan perenislisme.

Dua aliran filsafat –idealisme dan realisme – yang membentuk corak essensialisme sebagai pendukung essensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.

à Berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar yang seharusnya manusia tahu dan menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi kelangsungan hidupnya.

à Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak bercorak vokasional.

à Konsentrasi studi pada materi-materi dasar tradisional seperti: membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains, seni dan musik.

à Pola orientasinya bergerak dari skill dasar menuju skill yang bersifat semakin kompleks.

à Perhatian pada pendidikan yang bersifat menarik dan efisien.

à Yakin pada nilai pengetahuan untuk kepentingan pengetahuan itu sendiri.

à Disiplin mental diperlukan untuk mengkaji informasi mendasar tentang dunia yang didiami serta tertarik pada kemajuan masyarakat teknis.

2.3.9 Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme

Rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresifisme dalam pendidikan. Tidak cukup kalau individu belajar hanya dari pengalaman-pengalaman kemasyarakatan di sekolah. Tujuan pendidikan adalah untuk menumbuhkan kesadaran peserta didik akan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi manusia bukan hanya nasional, regional, akan tetapi juga ecara global.

Brameld (Sadulloh:2003) mengemukakan teori pendidikan rekonstruksionisme terdiri dari lima tesis.

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.

2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.

3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.

4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.

5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.

Konstruktivisme merupakan satu pendekatan yang didapati sesuai dipraktikkan dalam pengajaran dan pembelajaran sains. Dalam pendekatan ini murid dianggap telah mempunyai idea yang tersendiri tentang sesuatu konsep yang belum dipelajari. Idea tersebut mungkin benar atau tidak.

Rekonstruksionisme:

è Promosi pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan penyelesaian problema sosial yang signifikan.

è Mengkritik pola life-adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivist.

è Pendidikan perlu berfikir tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu pendekatan utopia pun menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang dunia masa depan yang perlu diciptakan.

è Pesimis terhadap pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan melalui partisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan.

è Pendidikan berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya.

è Learn by doing! (Belajar sambil bertindak).




Bab III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat umum, maka salam membahas filsafat pendidikan akamn berangkat dari filsafat. Dalam arti, filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.

Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab, aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.

Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu filsafat pendidikan “progresif” dan filsafat pendidikan “ Konservatif”. Yang pertama didukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau. Yang kedua didsari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius. Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme, dan sebagainya.

Berikut aliran-aliran dalam filsafat pendidikan:

1. Filsafat Pendidikan Idealisme

Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali

2. Filsafat Pendidikan Realisme

Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dn mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia.

Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill

3. Filsafat Pendidikan Materialisme

Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural.

Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach

4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme

Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami.

Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.

5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme

Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas.

Beberapa tokoh dalam aliran ini : Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich

6. Filsafat Pendidikan Progresivisme

Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatugerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.

Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff

7. Filsafat Pendidikan Esensialisme

Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda.

Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.

8. Filsafat Pendidikan Perenialisme

Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji.

Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler

9. Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme

Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil.

Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.

3.2 Saran

Dari uraian Aliran-aliran Filsafat tersebut telah dijelaskan bahwa pentingnya filsafat bagi sebuah pendidikan di suatu Negara, untuk terus menerus membawa perubahan yang tiada hentinya guna mencapai tujuan akhir pendidikan suatu bangsa, yakni keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan masyarakat pada suatu bangsa.

Aliran Filsafat Pendidikan yang dipakai di Indonesia sangat bermanfaat bagi Guru dan calon Pendidik agar mampu mengarahkan anak didik dalam hal memfasilitasi dan memberi motivasi kepada peserta didik untuk menunjang kemajuan peserta didik dalam proses belajar mengajar sampai pada tahap yang dijadikan acuan bagi negara. Terlebih khusus kepada peserta didik, aliran-aliran ini mengarahkan untuk mempersiapkan dirinya menghadapi masa dimana kelak.dia akan menjadi seorang pendidik

Daftar Pustaka

Tim Penyusun dan Pengajar. 2009. Diktat Filsafat Pendidikan. Medan: Universitas

Negeri Medan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991)

http://hendrinizar.blogspot.com/2008/06/aliran-filsafat-pendidikan.html

http://www.barumbung.co.cc/index.php?option=com_content&task=view&id=63&Itemid=42

http://id.wikipedia.org

1 comment:

  1. Taek...RIP english wkwkwk wot de fak willkommen cuwk

    ReplyDelete