WELCOME to MY Blog/ Wilkommen zu Mein Blog

SELAMAT DATANG,,,, WELCOME,,,, WILLKOMMEN,,,,

Monday, July 2, 2012

INFO PENTING BAGI CALON AUPAIR KE JERMAN!
Menjadi AuPair ke Eropa semakin dipersulit. Faktornya adalah terlalu banyak masalah yg disebabkan oleh AuPair seperti : ketika harus pulang ke negaranya, mereka melarikan diri dan tidak pulang, menjalankan praktek prostitusi, menimbulkan banyak masalah seperti ganti2 GF, dan masalah kemampuan bahasa yang sangat buruk.
Negara Inggris tidak memberikan Visa AuPair lagi bagi orang Asia. Negara Jerman tidak memberikan Visa AuPair lagi bagi bagi beberapa negara Afrika. AuPair dari Indonesia semakin dipersulit dengan interview dalam bahasa Jerman di Kedubes Jerman, Jakarta. Kalau ternyata bahasa Jerman kamu tidak baik, Kedubes yang menolak Visa kamu tanpa mengirim berkas2 kamu ke Jerman.
Sekarang ini kalau sertifikat bahasa Jerman hanya mendapatkan "Ausreichend" dan ternyata ketika interview pun bahasa Jerman-nya buruk, Visa juga akan ditolak. Kemarin ada AuPair dari Germanclub Indonesia dengan kasus seperti itu, hanya karena agency berjuang di Jerman selama 3 jam berdebat dengan pemerintah, barulah Visa-nya keluar. Sebelumnya kami sudah resah kenapa Visa-nya lama keluar, ternyata karena nilai di sertifikat A-1 dianggap terlalu rendah.
Saran kami dari Germanclub Indonesia :
1. Bila ingin jadi AuPair ke Jerman, sadarilah bahwa kalian yang ingin ke Jerman, bukan guest family yang mencari-cari kalian. Karena guest family punya banyak pilihan untuk mengambil AuPair dari negara2 Uni-Eropa, tanpa perlu repot2 mendahulukan tiket pesawat kalian.
Bayangkan saja kalian seperti melamar ke suatu perusahaan, kalian yang melamar jadi AuPair, jadi sadarilah bahwa kalian yang harus mengambil hati mereka, menyesuaikan diri dengan budaya mereka.
Jangan menjadi tamu yang vokal di Jerman, karena kalian hanya tamu disana, bersyukurlah diberikan izin tinggal di Jerman, diberikan kesempatan makan dan tidur di negara mereka. Salah satu alasan suatu saat nantinya untuk menutup diri terhadap AuPair dari Indonesia, adalah masalah ini.
2. Praktek prostitusi.
Kami sangat bangga, setelah mengirim 72 orang AuPair ke Jerman, tidak pernah ada yang berlaku seperti ini, bahkan bisa dikatakan mereka berpakaian sopan, bersikap baik, dan bisa menyesuaikan diri. Walalupun ada beberapa yang membuat masalah,persentasenya kecil.
3. Tidak mau pulang walaupun masa berlaku Visa sudah habis
AuPair2 kami juga tidak pernah yang melarikan diri. Kalau saatnya pulang, semuanya pulang.
4. Kemampuan bahasa Jerman
Sebenarnya belakangan ini, hal ini yang menjadi masalah dan sebagai penentu untuk mendapatkan Visa. Saya pribadi dapat mengerti bahwa situasi di Kedubes membuat kalain stress sehingga kalian gugup ketika di-interview. Agency2 di Jerman sudah memberikan warning mengenai ini, ke depannya akan semakin dipersulit.
Ada baiknya jangan puas dengan nilai "Ausreichend" di Goetheinstitut, minimal harus "Befriedigend" agar memudahkan kalian untuk memperoleh Visa. Setelah ujian kalian juga harus tetap kursus, agar kalian tidak lupa bahasanya. Dan ini juga demik kebaikan kalian, coba bayangkan, betapa memalukan ketika kalian sampai di Jerman tetapi susah untuk berkomunikasi dengan GF.
Jangan takut menjadi Aupair karena hal ini. Yang paling penting, sadari bahwa kalian mempunyai motivasi yang benar untuk ke Jerman, sadari bahwa kalian di Jerman adalah tamu dan bukan penduduk tetap, dan bertekadlah untuk belajar bahasa Jerman sebaik-baiknya.
Good luck, girls ...:-)
NB:
Bagi yang berdomisili di Medan-Sumatera Utara,,,
Saya dan Team, siap mengajar Bahasa Jerman dan terkhususnya bagi yang belum mengenal bahasa Jerman, yang dimana untuk mendapatkan sertifikat A-1 (syarat untuk ke jerman).
bagi yang berminat silahkan menghubungi saya di hans_pedroni@yahoo.co.id (Email, Facebook, dll) atau di Cp: 082163282310 (atas nama saya hans)

Salam kenal....... Maju Terus bahasa jerman,,,, VIVA DEUTSCH....

Monday, September 12, 2011

Makalah Narasi Wawancara

BAB II..

LANDASAN TEORETIS

2.1 Pengertian Karangan

Karangan merupakan hasil akhir dari pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan atau mengulas topik dan tema tertentu. Menulis atau mengarang pada hakikatnya adalah menuangkan gagasan, pendapat gagasan, perasaan keinginan, dan kemauan, serta informasi ke dalam tulisan dan ”mengirimkannya” kepada orang lain. Selanjutnya, menurut Tarigan: menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca.

Semua pendapat tersebut sama-sama mengacu pada menulis sebagai proses melambangkan bunyi-bunyi ujaran berdasarkan aturan-aturan tertentu. Artinya, segala ide, pikiran, dan gagasan yang ada pada penulis disampaikan dengan cara menggunakan lambang-lambang bahasa yang terpola. Melalui lambang-lambang tersebutlah pembaca dapat memahami apa yang dikomunikasikan penulis.

Sebagai bagian dari kegiatan berbahasa, menulis berkaitan erat dengan aktivitas berpikir. Keduanya saling melengkapi. Secara psikologis menulis memerlukan kerja otak, kesabaran pikiran, kehalusan perasan, kemauan yang keras. Menulis dan berpikir merupakan dua kegiatan yang dilakukan secara bersama dan berulang-ulang. Dengan kata lain, tulisan adalah wadah yang sekaligus merupakan hasil pemikiran. Melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengkomunikasikan pikirannya. Melalui kegiatan berpikir, penulis dapat meningkatkan kemampuannya dalam menulis.

Mengemukakan gagasan secara tertulis tidaklah mudah. Di samping dituntut kemampuan berpikir yang memadai, juga dituntut berbagai aspek terkait lainnya, misalnya penguasaan materi tulisan, pengetahuan bahasa tulis, dan motivasi yang kuat. Untuk menghasilkan tulisan yang baik, setiap penulis hendaknya memiliki tiga keterampilan dasar dalam menulis, yaitu keterampilan berbahasa, keterampilan penyajian, dan keterampilan pewajahan. Ketiga keterampilan ini harus saling menunjang atau isi-mengisi. Kegagalan dalam salah satu komponen dapat mengakibatkan gangguan dalam menuangkan ide secara tertulis.

Jadi, sekurang-kurangnya, ada tiga komponen yang tergabung dalam kegiatan menulis, yaitu (1) penguasaan bahasa tulis yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata, diksi, struktur kalimat, paragraf, ejaan, dan sebagainya; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan (3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.

Bahasa merupakan sarana komunikasi. Penulis harus menguasai bahasa yang digunakan untuk menulis. Jika dia menulis dalam bahasa Indonesia, dia harus menguasai bahasa Indonesia dan mampu menggunakannya dengan baik dan benar. Menguasai bahasa Indonesia berarti mengetahui dan dapat menggunakan kaidah-kaidah tata bahasa Indonesia, serta mengetahui dan dapat menggunakan kosa kata bahasa Indonesia. Ia juga harus mampu menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang berlaku, yaitu ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan.

Mengacu pada pendapat di atas, menulis bukan hanya sekedar menuliskan apa yang diucapkan (membahasatuliskan dari bahasa lisan), tetapi merupakan suatu kegiatan yang terorganisasi sedemikian rupa, sehingga terjadi suatu kegiatan komunikasi tidak langsung antara penulis dan pembaca. Seseorang dapat dikatakan telah terampil menulis, jika tujuan penulisannya sama dengan yang dipahami oleh pembaca.

2.2 Tujuan Mengarang

Tujuan utama menulis atau mengarang adalah sebagai sarana komunikasi tidak langsung. Tujuan menulis banyak sekali ragamnya. Tujuan menulis secara umum adalah memberikan arahan, menjelaskan sesuatu, menceritakan kejadian, meringkaskan, dan menyakinkan (Semi). Menurut Syafie’ie, tujuan penulisan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1) mengubah keyakinan pembaca;

2) menanamkan pemahaman sesuatu terhadap pembaca;

3) merangsang proses berpikir pembaca;

4) menyenangkan atau menghibur pembaca;

5) memberitahu pembaca; dan

6) memotivasi pembaca.

Selain itu, mengkalasifikasikan tujuan penulisan, antara lain tujuan penugasan (assingnment purpose), tujuan altruistik (altruistic purpose), tujuan persuasi (persuasive purpose), tujuan penerangan (informational purpose), tujuan penyataan (self-expressive purpose), tujuan kreatif (creative purpose), dan tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose).

Tujuan-tujuan penulisan tersebut kadang-kadang berdiri sendiri secara terpisah, tetapi sering pula tujuan ini tidak berdiri sendiri melainkan merupakan gabungan dari dua atau lebih tujuan yang menyatu dalam suatu tulisan. Oleh karena itu, tugas seorang penulis tidak hanya memilih topik pembicaraan yang sesuai atau serasi, tetapi juga harus menentukan tujuan yang jelas. Penentuan tujuan menulis sangat erat hubungannya dengan bentuk atau jenis-jenis tulisan atau karangan.

2.3 Jenis- Jenis Karangan

Mengarang merupakan kegiatan mengemukakan gagasan secara tertulis. Tulisan pada hakikatnya adalah representasi bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk visual menurut sistem ortografi tertentu. Banyak aspek bahasa lisan seperti nada, tekanan irama serta beberapa aspek lainya tidak dapat direpresentasikan dalam tulisan. Begitu juga halnya dengan aspek fisik, seperti gerak tangan, tubuh, kepala, wajah, yang mengiringi bahasa lisan tidak dapat diwujudkan dalam bahasa tulis. Oleh karena itu, dalam mengemukakan gagasan secara tertulis, penulis perlu menggunakan bentuk tertentu. Bahwa secara umum karangan dapat dikembangkan dalam empat bentuk yaitu narasi, ekposisisi, deskripsi, dan argumentasi.

2.3.1 Narasi

Karangan narasi (berasal dari naration berarti bercerita) adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam suatu kesatuan waktu. Narasi bertujuan menyampaikan gagasan dalam urutan waktu dengan maksud menghadirkan di depan mata angan-angan pembaca serentetan peristiwa yang biasanya memuncak pada kejadian utama. Selanjutnya, Keraf (1985:136) mengatakan karangan narasi merupakan suatu bentuk karangan yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkai menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Atau dapat juga dirumuskan dengan cara lain; narasi adalah suatu bentuk karangan yang berusaha mengambarkan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat kita simpulkan, secara sederhana narasi merupakan cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam suatu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik.

Karangan narasi merupakan salah satu karangan yang dapat dijadikan alat untuk menyampaikan pangetahuan atau informasi kepada orang lain, kalau berbicara atau bercerita mengenai sejarah pendirian dan perkembangan suatu hal (keraf, 1982:3). Narasi melakukan penambahan ilmu pengetahuan melalui jalan cerita, bagaimana suatu peristiwa itu berlangsung. Karena lebih menekankan jalannya peristiwa, reproduksi masa silam merupakan bidang utama sebuah narasi. Seseorang dapat menginformasikan sesuatu kejadian atau peristiwa pada orang lain dengan latar belakang kejadian yang nyata maupun rekaan.

Dalam menulis, penulis dituntut mampu membedakan antara narasi dan deskripsi. Narasi mempunyai kesamaan dengan deskripsi, yang membedakannya adalah narasi mengandung imajinasi dan peristiwa atau pengalaman lebih ditekankan pada urutan kronologis. Sedangkan deskripsi, unsur imajinasinya terbatas pada penekanan organisasi penyampaian pada susunan ruang sebagai mana yang diamati, dirasakan, dan didengar. Oleh karena itu, penulis perlu memperhatikan unsur latar, baik unsur waktu maupun unsur tempat. Dengan kata lain, pengertian narasi itu mencakup dua unsur, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu.

2.3.1.1 Ciri-Ciri Karangan Narasi

Setiap karangan mempunyai ciri tertentu. Adapun ciri-ciri karangan narasi menurut Semi, yaitu:

1) berupa cerita tentang pengalaman manusia;

2) kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, dapat pula berupa semata-semata imajinasi, atau gabungan keduanya;

3) bedasarkan konflik. karena, tanpa konflik biasanya narasi tidak menarik;

4) memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampainya bersifat sastra, khususnya narasi berbentuk fiksi;

5) menekankan susunan kronologis (catatan: deskripsi menekankan susunan ruang); dan

6) biasanya memiliki dialog.

Karangan narasi bisa berisi fakta bisa pula berisi fiksi atau rekaan yang direka atau dikhayalkan oleh pengarangnya. Narasi yang berisi fakta adalah biografi, otobiografi, kisah sejati, dan lain-lain. Sedangkan narasi yang berisi fiksi seperti novel, cerpen, dan cerita bergambar. Selain dari itu, Semi juga mengatakan bahwa narasi dibagi atas dua jenis, yaitu narasi informatif yang sering disebut pula narasi ekspositoris, yang pada dasarnya berkencenderungan sebagai bentuk ekposisi yang berkecenderungan memaparkan informasi dengan bahasa yang lugas dan konfliknya tidak terlalu kelihatan. Kedua narasi artistik, narasi ini umumnya berupa cerpen atau novel.

Menurut Keraf (1985:136-138), narasi ekpositoris dan narasi sugestis memiliki ciri-ciri yang berbeda.

1) Narasi ekspositoris memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. memperluas pengetahuan;

b. menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian;

c. didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan nasional; dan

d. bahasanya lebih cenderung ke bahasa informatif dengan menitik beratkan pada penggunaan kata-kata denotatif.

2) Sedangkan narasi sugestis memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. menyampaikan suatu makna atau amanat yang tersirat;

b. menimbulkan daya khayal;

c. penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar; dan

d. bahasanya lebih cenderung ke bahasa figuratif dengan menitik beratkan pada penggunaan kata-kata konotatif.

Berdasarkan kutipan di atas, tujuan narasi ekspositoris adalah untuk memberikan informasi kepada para pembaca agar pengetahuannya bertambah luas. Sedangakan narasi sugestis menyampaikan suatu makna kepada pembaca melalui daya khayal yang dimilikinya, sehingga dapat menimbulkan daya tarik bagi pembaca dari daya khayal yang dikembangkan oleh pengarangnya. Jadi, jelas bahwa antara narasi ekspositoris dan narasi sugestis terdapat perbedaan tujuan pengarang dalam menarasikan suatu kejadian atau peristiwa.

2.3.1.2 Pola Pengembangan Narasi

Tulisan narasi biasanya mempuyai pola. Pola sederhana berupa awal peristiwa, tengah peristiwa, dan akhir peristiwa. Awal narasi biasanya berisi pengantar, yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh. Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca. Dengan kata lain, bagian ini mempunyai fungsi khusus untuk memancing pembaca dan mengiring pembaca pada kondisi ingin tahu kejadian selanjutnya.

Bagian tengah merupakan bagian yang menjelaskan secara panjang lebar tentang peristiwa. Di bagian ini, penulis memunculkan suatu konflik. Kemudian, konflik tersebut diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai klimaks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda. Bagian terakhir ini konfliknya mulai menuju ke arah tertentu.

Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada bagian diceritakan dengan panjang, ada yang singkat, ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan tulisan dengan teknik narasi dilakukan dengan mengemukakan rangkaian peristiwa yang terjadi secara kronologis. Dalam karangan ini, bagian-bagian karangan disajikan sesuai dengan kejadian dalam waktu tertentu. Bagian pertama menyajikan kejadian satu, kemudian disusul dengan kejadian kedua, menyajikan bagian kedua dan seterusnya.

Teknik pengembangan narasi diidetikkan dengan penceritaan (storitelling), karena teknik ini biasanya selalu digunakan untuk menyampaikan sesuatu cerita. Karangan-karangan berbentuk cerita pada umumnya merupakan karangan fiksi. Namun, teknik narasi ini tidak hanya digunakan untuk mengembangkan tulisan-tulisan berupa fiksi saja. Teknik narasi ini dapat pula digunakan untuk mengembangkan penulisan karangan nonfiksi (Syafie’ie, 1988:103). Seorang siswa dapat menuliskan darmawisata, seorang wartawan menuliskan laporan kunjungannya ke suatu negara, seorang arkheologi menuliskan jalannya panggalian sejarah yang dilakukannya.

Untuk menganalisis sebuah narasi dengan lebih cermat perlu kita ketahui narator dalam cerita. Secara umum narator dalam narasi dapat bagi tiga.

1) Narator bereaksi, di sini tokoh yang menceritakan cerita itu merupakan karakter utama. Ia menceritakan cerita itu dalam persona pertama.

2) Narator sebagai pengamat, di sini narator sebagai pengamat dari pinggir lapangan. Ia menceritakan cerita ini dalam persona ketiga.

3) Narator sebagai mahatahu, di sini narator tidak termasuk dalam cerita dan tidak berada dalam cerita. Ia berada di atas segala-galanya, ia tahu semua yang terjadi dalam cerita itu. Ia menceritakan dalam persona ketiga.

2.3.2 Eksposisi

Kata ekposisi dipungut dari kata bahasa Inggris exposition sebenarnya berasal dari kata bahasa latin yang berarti membuka atau memulai. Ekposisi bertujuan menyampaikan gagasan yang berupa fakta atau hasil-hasil pemikiran dengan maksud untuk memberitahu atau menerangkan sesuatu seperti masalah, mafaat, jenis, proses, rencana, atau langkah-langkah. Jadi, ekposisi adalah tulisan yang bertujuan menjelaskan atau memberikan informasi tentang sesuatu. Bila suatu tulisan yang berupa ekposisi berkecenderungan untuk lebih menekankan pembuktian dari suatu proses penalaran, mempengaruhi pembaca dengan data yang lengkap, berkeinginan mengubah pandangan pembaca agar menerima pendapat penulis, tulisan ekposisi itu secara lebih khusus disebut argumentasi. Bila tulisan ekposisis berkecenderungan untuk menonjolkan perincian atau detail sehingga seolah-olah lengkap bagaikan foto keadaan yang dijelaskan itu sehingga mampu menggugah perasaan pembaca sehingga pembaca bagaikan diajak menyaksikan sendiri peristiwa itu, dan tulisan itu lebih banyak menggunakan susunan ruang, tulisan ekposisi tersebut secara lebih khusus dinamakan deskipsi. Dengan demikian, secara garis besar hanya ada dua jenis tulisan, yaitu narasi ada ekposisi, ekposisis dapat pula membentuk diri menjadi argumentasi atau deskripsi.

Sehubungan dengan hal di atas, pada dasarnya ciri-ciri narasi sama dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh deskripsi dan argumentasi. Adapun ciri-ciri karangan ekposisi yaitu:

1) berupa tulisan yang memberikan pegertian dan pengetahuan;

2) menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, kapan, dan bagaimana;

3) disampaikan dengan lugas dengan bahasa baku;

4) menggunakan dengan nada netral, tidak memihak, dan memaksakan sikap penulis terhadap pembaca;

Adapun ciri-ciri karangan ekposisi yaitu:

(a). ekposisi hanya berusaha menjelaskan atau menerangkan suatu pokok persoalan, (b). keputusan suatu ekposisi diserahkan kepada pembaca, (c). gaya cerita ekposisi lebih cenderung berisi informatif, (d). fakta yang dipakai dalam suatu ekposisi hanya sebagai alat kontrasasi, yaitu rumusan kaidah yang dibuat itu lebih konkret.

Bedasarkan ciri tersebut karangan ekposisi hanya berusaha menyampaikan sesuatu pemberitahuan, pengetahuan tanpa mempegaruhi minat dan sikap pembaca, Pembaca diberi kesempatan untuk menerima, memutuskan atau menolak tentang sesuatu yang diuraikan penulis. Gaya penyampaiannya cenderung bersifat informatif, artinya penulis juga memberikan penjelasan untuk gagasan, sehingga pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang sesuatu yang dimaksudkan dari gagasan tersebut.

Pemberian informasi penjelasan melalui karangan ekposisi hanya bersifat menguraikan dan memberi pengenalan lanjutan bagi pembaca dan bukan merupakan suatu pembuktian. Penggunaan bahasa dalam karangan ini tidak dipengaruhi oleh unsur subjektifitas dan emosional. Penulis hanya menjelaskan apa adanya dan tidak membubui dengan kata-kata yang menarik minat dan emosi pembaca. Penggunaan kosakata cenderung bermakna denotatif.

Karangan ekposisi berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik. Tujuan utama karangan ini adalah memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, pola pengembangan karangan ekposisi biasanya dikembangkan dengan susunan logis dengan pola pengembangan gagasan seperti definitif, klasifikasi, ilustrasi, perbandingan dan pertentangan, dan analisis fungsional. Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal atau keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.

Jenis karangan ekposisi dapat berupa kisah perjalanan, pemaparan suatu peristiwa atau kejadian, bentuk struktur dan tugas organisasi atau laporan kegiatan. Untuk memperjelas uraian, karangan ini dapat dilengkapi dengan grafik atau gambar.

2.3.3 Deskripsi

Deskripsi dipungut dari bahasa Inggris description. Kata ini berhubungan dengan verba to describe (melukis dengan bahasa). Dalam bahasa latin, deskripsi dikenal dengan describere yang berarti ’menulis tentang’ membeberkan sesuatu hal, melukis sesuatu hal. Deskripsi adalah tulisan yang tujuannya memberikan perincian atau detail tentang objek sehingga dapat memberi pengaruh pada sentivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar bagaikan mereka ikut melihat, mendengar, merasakan, atau mengalami langsung objek tersebut.

Deskripsi bertujuan menyampaikan sesuatu hal dalam urutan atau rangka ruang dengan maksud untuk menghadirkan di depan mata angan-angan pembaca segala sesuatu yang dilihat, didengar, dicecap, diraba, atau dicium oleh pengarang. Deskripsi adalah bentuk tulisan yang bertujuan memperluas pengetahuan dan pengalaman pembaca dengan jalan melukiskan hakikat objek yang sebenarnya.

Supaya karangan ini sesuai dengan penulisannya, diperlukan suatu pendekatan. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan realistis dan pendekatan impresionistis. Penulis ditutut memotret hal atau benda seobjektif mungkin sesuai dengan keadaan yang dilihatnya, dinamakan pendekatan realistis. Sebaliknya, pendekatan impresionistis adalah pendekatan yang berusaha menggambarkan sesuatu secara subjektif.

Deskripsi ini merupakan ekposisis juga, sehingga ciri umum yang dimiliki oleh ekposisi pada dasarnya dimiliki pula oleh deskripsi. Lebih lanjut, Semi (2003:41) mengatakan bahwa ciri-ciri deskripsi yang sekaligus sebagai pembeda dengan ekposisi adalah sebagai berikut.

1) Deskripsi lebih berupaya memperlihatkan detail atau perincian tentang objek.

2) Deskripsi lebih bersifat memberi pengaruh sensitivitas dan membentuk imajinasi pembaca.

3) Deskripsi disampaikan dengan gaya yang nikmat dengan pilihan kata yang menggugah; sedangkan ekposisi gayanya lebih lugas.

4) Deskripsi lebih banyak memaparkan tentang sesuatu yang dapat didengar dilihat, dan dirasakan sehingga objeknya pada umumnya berupa benda, alam, warna, dan manusia.

5) Organisasi penyampaiannya lebih banyak menggunakan susunan ruang (spartial order).

Di antara ciri-ciri tersebut yang tidak dimiliki oleh ekposisi adalah gaya yang indah dan memikat sehingga memancing sesitivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar. Ada pula deskripsi yang disampaikan dengan bahasa yang lugas dan juga tidak memancing sensitivitas pembaca, tapi menekankan pada perincian atau detail dengan mengajukan pembuktian atau banyak contoh (mis. deskripsi tentang keadaan ruang praktik atau deskripsi tentang keadaan daerah yang dilanda tsunami). Oleh sebab itu, karangan deskripsi dibagi atas dua, yaitu deskripsi ekpositoris (deskripsi teknis) dan deskripsi artistik (disebut juga deskripsi literer, impresionistik, atau sugestif. Karangan yang bertujuan menjelaskan sesuatu dengan perincian yang jelas sebagaimana adanya tanpa manekankan unsur impresif atau sugestif kepada pembaca, dinamakan deskripsi ekpositorik. Selain itu juga menggunakan bahasa-bahasa yang formal dan lugas. Sebaliknya, deskripsi artistik adalah deskripsi yang mengarah kapada pangalaman kepada pembaca bagaikan berkenalan langsung dengan objek yang disampaikan dengan jalan menciptakan sugesti dan impresi melalui keterampilan penyampaian dengan gaya yang memikat dan pilihan kata yang menggugah perasaan.

2.3.4 Argumentasi

Argumentasi adalah tulisan yang bertujuan menyakinkan atau membujuk pembaca tentang pendapat atau penyataan penulis. Argumentasi bertujuan menyampaikan gagasan berupa data, bukti hasil penalaran, dan sebagainya dengan maksud untuk menyakinkan pembaca tentang kebenaran pendirian atau kesimpulan pengarang atau untuk memperoleh kesepakatan pembaca tentang maksud pengarang. Tujuan utama karangan ini adalah untuk menyakinkan pembaca agar menerima atau mengambil suatu dokrin, sikap, dan tingkah laku tertentu. Adapun ciri-ciri karangan narasi yaitu:

1) mengemukakan alasan atau bantahan sedemikian rupa dengan tujuan mempengaruhi keyakinan pembaca agar menyetujuinya;

2) mengusahakan suatu pemecahan masalah; dan

3) mendiskusikan suatu persoalan tanpa perlu mencapai suatu penyelesaian.

Ciri-ciri pengembangan karangan argumentasi-sekaligus merupakan juga ciri pembeda dengan ekposisi adalah sebagai berikut.

1) bertujuan menyakinkan orang lain (ekposisi memberi informasi);

2) berusaha membuktikan suatu penyataan atau pokok persoalan (ekposisi hanya menjelaskan);

3) menggugah pendapat pembaca (ekposisi meyerahkan keputusan kepada pembaca); dan

4) fakta yang ditampilkan merupakan bahan pembuktian (ekposisi menggunakan fakta sebagai alat mengkongkretkan).

Berdasarkan pendapat di atas, argumentasi merupakan karangan yang berusaha menjelaskan suatu masalah dengan menyajikan alasan-alasan. Ketika mengembangan karangan ini, Penulis harus menganalisis dan menjelaskan suatu masalah secara terperinci dan mendalam, alasan-alasan yang dikemukakan harus didukung dengan bukti-bukti yang menyakinkan. Dengan kata lain, argumen adalah suatu proses benalar.

Pengarang dapat dapat menggunakan penalarannya dengan metode deduktif induktif. Deduktif merupakan metode benalar yang bergerak dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal atau pernyataan yang bersifat khusus. Sebaliknya, induktif adalah metode benalar yang dimulai dengan mengemukakan penyatan yang bersifat khusus kemudian diiringi dengan kesimpulan umum. Pengarang dapat mengajukan penalarannya berdasarkan contoh-contoh, analogi, akibat ke sebab, sebab ke akibat, dan pola-pola deduktif ke induktif.

Argumentasi dan ekposisi merupakan bentuk atau jenis tulisan yang paling banyak digunakan di dalam tulisan-tulisan ilmiah. Karangan ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat atau kesimpulan dengan data atau fakta sebagai alasan atau bukti. Dalam karangan ini, pengarang mengharapkan pembenaran pendapatnya dari pembaca. Adanya unsur opini dan data, juga fakta atau alasan merupakan penyokong opini tersebut.

2.4 Pembelajaran Mengarang

Belajar dan mengajar merupakan dua istilah dalam dunia pendidikan yang sangat populer. Kedua istilah itu mengacu kepada suatu proses yang terjadi dalam suatu rangkaian unsur yang saling terkait. Belajar berarti berusaha agar memperoleh kepandaian atau ilmu. Kegiatan ini merupakan suatu proses yang terjadi secara bertahap. Tahap-tahap tersebut terdiri dari informasi, transformasi, dan evaluasi. Informasi menyangkut materi yang akan diajarkan, transformasi berkenaan dengan proses memindahkan materi, dan evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang tingkat keberhasilan anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar (Djamrah, 2000:20). Jadi, belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk menimbulkan perubahan pada anak didik.

Bagaimanapun bentuknya, proses belajar mengajar harus diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam proses belajar mengajar menulis, tujuan tersebut adalah agar siswa memiliki pengetahuan menulis, bersikap positif terhadap ilmu dan aktivitas, serta terampil menulis.

Untuk mencapai tujuan di atas, segala sesuatu harus diupayakan sedemikan rupa sehingga proses belajar mengajar menulis tersebut lebih bermafaat. Sehubungan dengan itu, ada beberapa hal perlu diperhatikan dalam pengelolaan proses belajar mengajar menulis. Hal itu meliputi materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

2.4.1 Materi Pembelajaran Mengarang

Pemilihan dan penyusunan materi ajar dalam proses belajar mengajar menulis harus dirancang sedemikian rupa sehingga materi itu dapat mengarahkan siswa untuk terampil berbahasa Indonesia secara tertulis. Variasi dan bobot kesukaran materi perlu disesuaikan dengan komponen proses belajar mengajar yang lain (siswa, media, dan lain-lain). Bila perlu, materi pembelajaran berasal dari pemikiran, tugas, atau pengalaman siswa.

2.4.2 Tujuan Pembelajaran Mengarang

Secara umum tujuan pembelajaran menulis adalah siswa mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam berbagai ragam tulisan. Oleh karena itu, tujuan proses belajar mengajar menulis hendaknya selalu diarahkan kepada kegiatan terampil menulis. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru dalam perencanaan pengajarannya harus memperhatikan poin-poin tertentu yang dapat memudahkannya mencapai tujuan tersebut. Jadi, latihan menulis dengan segala dinamikanya merupakan kunci utama keberhasilan.

Siswa harus dibiasakan menulis. Hasil tulisan tersebut didiskusikan, sehingga mereka mengetahui kelemahan dan keunggulannya. Berdasarkan hal tersebut diputuskan lah suatu tindak lanjut yang mengarah kepada keterampilan menulis siswa. Sekalipun tujuan pengajaran adalah terampil, bukan berarti aspek yang lain (pengetahuan dan sikap) diabaikan. Artinya, di akhir proses belajar mengajar hendaknya siswa terampil menulis dan mengerti dengan kaidah-kaidah menulis.

Menurut Raimes (1987) (dalam www.puskur.net) tujuan pembelajaran menulis meliputi

(1) memberikan penguatan (reinforcement), (2) memberikan pelatihan (training), (3) membimbing siswa melakukan peniruan atau imitasi (imitation, (4) melatih siswa berkomunikasi (communication), (5) membuat siswa lebih lancar dalam berbahasa (fluency), dan (6) menjadikan siswa lebih giat belajar (learning). Keenam tujuan pedagogis menulis itu secara berurutan dijelaskan berikut ini.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan, khususnya proses belajar mengajar menulis. Penetapan dan pengelolaan perencanaan, proses, evaluasi, dan tindak lanjut pembelajaran merupakan hal utama yang harus dikelola dengan tepat.

2.4.3 Metode Pembelajaran Mengarang

Metode pengajaran merupakan cara mengajar pengajar dalam proses belajar mengajar yang dibina. Pilihan metode yang tepat sangat membantu tingkat ketercapaian tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, pengajar menulis harus dapat menerapkan metode pengajaran dengan tepat. Persoalan penggunaan media juga perlu mendapat perhatian. Metode pelatihan dan diskusi merupakan dua metode yang ampuh dalam rangka menerampilkan pembelajar menulis.

Dalam proses belajar mengajar, siswa disuruh menulis tentang apa saja (sebaiknya materi yang dekat dengan siswa). Hasil tulisan tersebut dikoreksi dan didiskusikan dari berbagai aspek penggunaan bahasa. Untuk kelas yang besar, pelibatan teman sebaya perlu dilakukan. Dengan kegiatan tersebut, siswa akan mengetahui kelemahan dan keunggulannya dalam hal ketatabahasaan, kelogisan pikiran, dan kaidah-kaidah menulis lainnya.

MODEL/PENDEKATAN TRADISIONAL DAN KETERAMPILAN PROSES DALAM MENULIS

No.

Komponen

Pendekatan Tradisional

Pendekatan Proses

1.

Pilihan Topik

Tugas menulis kreatif yang spesifik diberikan oleh pengajar.

Pembelajar memilih topik sendiri, atau topik-topik yang diambil dari bidang studi lain.

2.

Pembelajaran

Pengajar hanya sedikit atau tidak memberikan pelajaran.

Pembelajar diharapkan menulis sebaik-baiknya.

Pengajar mengajar pembelajar mengenai proses menulis dan mengenai bentuk-bentuk tulisan.

3.

Fokus

Berfokus pada tulisan yang sudah jadi.

Berfokus pada proses yang digunakan pembelajar ketika menulis

4.

Rasa Memiliki

Pembelajar menulis untuk pengajar dan kurang merasa memiliki tulisan sendiri.

Pembelajar merasa memiliki tulisan sendiri.

5.

Pembaca

Pengajar merupakan pembaca utama.

Pembelajar menulis untuk pembaca yang sesungguhnya.

6.

Kerja Sama

Hanya sedikit atau tidak ada kerja sama.

Pembelajar menulis dengan bekerja sama dan berbagi tulisan yang dihasilkan masing-masing dengan teman-teman satu kelompok/kelas.

7.

Draft

Pembelajar menulis draft tunggal dan harus memusatkan pada isi sekaligus segi mekanik (ejaan, tanda baca, tata tulis).

Pembelajar menulis draft kasar (outline) untuk menuangkan gagasan dan kemudian merevisi dan menyunting draft ini sebelum membuat hasil akhir.

8.

Kesalahan Mekanik

Pembelajar dituntut untuk menghasilkan tulisan yang bebas dari kesalahan.

Pembelajar mengoreksi kesalahan sebanyak-banyaknya selama menyunting, tetapi tekanannya lebih besar pada isi daripada segi mekanik.

9.

Peran Pengajar

Pengajar memberikan tugas menulis dan menilainya jika tulisan sudah jadi

Pengajar mengajarkan cara menulis dan memberikan balikan selama pembelajar merevisi dan mengedit/menyunting.

10.

Waktu

Pembelajar menyelesaikan tulisan dalam satu jam pelajaran.

Pembelajar mungkin menghabiskan waktu tidak hanya satu jam pelajaran untuk mengerjakan setiap tugas menulis

11.

Evaluasi

Pengajar mengevaluasi kualitas tulisan setelah tulisan selesai disusun.

Pengajar memberikan balikan selama pembelajar menulis, sehingga pembelajar dapat memanfaatkannya untuk memperbaiki tulisannya. Evaluasi berfokus pada proses dan hasil.

.

Berdasarkan kedua pendekatan pengajaran menulis seperti tertera pada tabel 6, dapat diketahui kelemahan dan keunggulannya. Pada pendekatan tradisional, pengajar memberikan topik tulisan dan setelah siswa mengerjakan tugas tersebut selama satu jam pelajaran, pengajar mengumpulkan pekerjaan siswa untuk dievaluasi. Dengan model pembelajaran seperti ini, biasanya hanya sedikit saja siswa yang dapat menghasilkan tulisan yang baik. Sebagian besar siswa biasanya hanya menghasilkan tulisan yang kurang baik.

Menyadari terhadap kenyataan yang tidak menguntungkan bagi upaya pengembangan keterampilan menulis bagi siswa seperti digambarkan di atas, selayaknya dapat diterapkan model atau pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran menulis. Untuk itu, terlebih dahulu perlu diketahui proses kreatif dalam menulis.

2.4.4 Evaluasi Pembelajaran Mengarang

Evaluasi berarti memberi penilaian atau cara menilai. Penilaian merupakan upaya pengumpulan informasi untuk mengetahui seberapa jauh kompetensi berbahasa dan bersastra Indonesia yang sudah dicapai oleh siswa setelah beberapa tatap muka di kelas, pada tenggah semester, akhir semester, atau akhir tahun. Adapun aspek penilaian mencakup tiga ranah (kognitif, afektif, dan psikomotor), Ketiga aspek ini meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, baik yang berkaitan dengan bahasa maupun sastra Indonesia.

Melalui evaluasi, seorang pengajar dapat (1) mengetahui tingkat ketahuan dan keterampilan menulis siswa, (2) mengetahui keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, dan (3) menentukan kebijakan selanjutnya. Evaluasi proses belajar mengajar menulis hendaknya selalu memperhatikan tujuan pengajaran, materi, dan proses yang telah dilakukan. Sehubungan dengan itu, evaluasi yang tepat menurut hemat penulis adalah kegiatan menulis esai (bentuk tes esai). Dengan kata lain, menulis berdasarkan bentuk gambar susun, komik, atau teks. Kegiatan seperti ini, baik sebagai ransangan untuk pelajar yang masih sederhana tingkat kemampuan berbahasanya. Ransangan-ransangan yang lain dan bentuk tugas yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan tingkat kemampuan berbahasa dan berpikir siswa, misalnya menulis berbagai laporan, surat, resensi buku, dan sebagainya.

Evaluasi pembelajaran menulis meliputi kemampuan siswa mengorganisasikan dan mengemukakan gagasan dalam bentuk bahasa yang tepat. Dengan kata lain, penilaian yang dilakukan dalam tes menulis mempertimbangakan kesesuaian judul, penataan, gagasan, paragraf, diksi, ejaan, tanda baca, dan bahasa dalam kaitanya dengan konteks dan isi.

Aspek-aspek ini tidak dinilai sekaligus, melainkan melaui proses dan secara bertahap sebagaimana telah ditentukan dalam kurikulum yang berlaku.

2.5 Wawancara Sebagai Salah Satu Media Pembelajaran Menulis

Media pembelajaran merupakan sarana yang dingunakan oleh siswa atau guru untuk menunjang proses belajar mengajar. Media dan proses penggunaanya mungkin jarang terpikirkan dalam proses belajar mengajar. Media pembelajaran seharusnya dapat meningkatkan itensitas pengajaran menulis. Dengan media pembelajaran, pengajaran akan semakin bergairah, menarik dan mempermudah proses belajar mengajar.

Teks wawancara dapat digunakan sebagai salah satu media pembelajaran menulis, karena pada hakikatnya, wawancara merupakan tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai sesuatu hal untuk dimuat di surat kabar, disiarkan melalui radio, atau ditayangkan pada layar televisi. Dengan kata lain, teks wawancara bukan lagi hal yang asing dalam lingkungan siswa.